Lucu rasanya mendengar kamu bilang "kalo kita jodoh, suatu saat nanti pasti ketemu lagi" aku bahkan tidak lagi berharap untuk bertemu dengan mu atas alasan apa pun. Setelah apa yang kita lalui itu? Setelah semua perlakuan mu pada ku itu? Omong kosong. Lebih baik kamu pergi sejauh mungkin dan jangan pernah kembali kehadapan ku dengan cara apa pun dan untuk alasan apa pun. Aku tidak sudi kamu kembali memporak porandakan lagi kehidupan ku.
Apa kamu ingat dulu saat kamu menjadi satu-satunya yang ku puja? Segala hal mampu aku lakukan untuk mu, dan tanpa berpikir dua kali aku melakukannya. Saat kamu memanggil ku untuk meminta bantuan, apa pernah aku menolaknya? Walau aku tau kalau kamu hanya datang saat kamu butuh lalu pergi begitu saja.
Apa kamu ingat seberapa banyak kamu memberikan janji yang begitu manis pada ku kalau kamu akan menjaga ku semampu mu? Cukup berdiri di balik bahu mu dan aku tidak akan terluka sedikit pun. Apa kamu ingat saat kamu bilang jika kamu suka aku, tapi bukan sekarang saatnya? Apa kamu ingat semua janji itu? Janji yang kamu buat untuk ku bahkan dihadapan orang orang terdekat ku? Kamu lupa? Kamu lupa?
Apa masih belum cukup luka bernanah yang aku pendam bertahun tahun karna mu meradang? Apa masih mau kamu tambah lagi sakitnya dengan menyiram garam harapan itu?
Kamu selalu datang seperti aku adalah orang terpenting dalam hidup mu, tapi kenyataannya, kamu selalu menggenggam tangan lain di balik bahu mu.
Kini aku telah sampai di titik jenuh ku. Aku sudah menemukan titik lelah yang membuat ku sadar bahkan muak dengan semua keadaan dan perlakuan mu. Aku jenuh hidup dalam kurungan bayang-bayang semu mu. Aku muak terus menerus menelan harapan kosong mu itu bulat bulat.
Sekarang aku sudah menyerah, aku kini sudah memutuskan untuk pergi dan mengobati luka ku yang tercipta karena mu. Dan kamu berkata jika suatu saat nanti kita akan bertemu lagi bahkan berjodoh? Setelah luka ku sembuh sempurna kamu mau memulai lagi membuat luka yang sama, dengan pisau yang sama, di tempat yang sama, dengan cara yang sama?
Aku tidak akan pernah membiarkan mu melakukannya, bahkan jika untuk mencegah luka ku karena mu itu tercipta lagi, aku harus melukai mu dengan cara yang sama, maka tanpa pikir 2 kali pun aku akan lakukan hal itu. Pasti akan aku lakukan, bukan karna dendam, namun hanya untuk melindungi diri sendiri dan membuat mu sadar bagaimana rasanya di campakan dan di abaikan.
Sekarang aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal, semoga kamu tidak melukai yang lain seperti kamu melukai ku. Dan yang terpenting JANGAN PERNAH KEMBALI.
Berjabat tangan saling mengenalkan diri, aku tau kini siapa kamu. Senyum manis layaknya peri, tanpa dosa tawarkan pertemanan dengan janji akan abadi.
Awalnya datang setiap saat, ada di saat ku butuh, memanggil di saat kamu perlu. Tapi selang waktu berlalu, ternyata terlihat lah siapa kamu, memanggil di saat perlu dan ketika ku panggil saat ku butuh, lebih seringnya dengan keanggunan mu itu kamu berlalu.
Sekali.. Dua kali.. Aku masih memaklumi, mungkin kamu punya keperluan lain yang harus di penuhi. Tapi semakin lama kamu semakin menjadi jadi.
Jika hanya mengacuhkan ku saat ku butuh masih dapat ku toleransi, tapi menyalahkan ku atas saran yang ku beri saat kau memintanya apa masih harus ku toleransi? Aku bukan orang yang suka bicara saat tidak di minta, aku bukan motivator yang selalu memberi saran di setiap ucapannya, aku hanya teman yang menghargai temannya, berusaha membantu saat kamu butuh, tapi yang aku dapat hanya keluhan dan penyalahan atas apa yang kamu lakukan karna saran ku, aku hanya memeberi saran, bukan berarti harus kamu lakukan, kenapa harus menyalahkan orang lain saat kamu yang berbuat kesalahan
Aku masih bersabar, tapi kamu tidak menghargai kesabaran ku, aku berusaha mengingatkan mu saat kamu salah dalam memulai langkah, atau mencegah mu berjalan lebih jauh di jalur yang salah. Bagaimana pun kamu, kamu tetap teman ku, aku perduli, sangat perduli. Tapi apa yang ku dapat untuk balasannya, aku bukan berharap ucapan terimakasih atau apa pun, tidak, tidak pernah, tapi jika aku malah di beri amarah, masih harus aku terima? Masih harus aku bersabar?
Apa seperti ini namanya teman? Apa begini cara mu memperlakukan teman mu? Aku rasa cukup aku, untuk ku cukup sampai disini, aku tetap hargai keberadaan mu dan kenangan baik kita, tapi aku tidak akan lagi kembali kepertemanan seperti dulu, aku tidak lagi akan menjadi sama seperti aku yang kamu kenal dulu. Pertemanan semu ini cukup untuk ku.
Berulang ulang aku mengetik dan kemudian ku hapus lagi, bukan karna aku tidak memiliki kesibukan, hanya saja aku bingung bagaimana caranya menuliskan kata yang tepat pada mu.
Pelan tapi pasti semua mulai berjalan lancar, obrolan kita berjalan mulai dari yang masuk di akal, hingga sampai pada titik yang jauh sekali dari topik awalnya. Aku berusaha membaca karakter mu melalui pesan singkat mu, berusaha menerjemahkan apa yang kau rasakan dari setiap kata yang terpampang dilayar. Hahhhh lama lama ini mengusik batin ku, seperti ini kah rasanya jatuh cinta pada mu? Seseorang yang begitu polos, jujur, sederhana, hingga dengan mudahnya kau ceritakan keluh kesah mu pada ku. Sungguh, jika ku sanggup apa pun akan ku lakukan untuk mengembalikan senyum mu, mendengar tawa mu, bahkan kini aku mulai berpikir mungkin aku mampu berkorban lebih banyak hanya untuk menjadi alasan mu tertawa, alasan mu merasa bahagia. Secepat ini kah cinta membekukan akal yang sehat, hingga hati dan nalar tak lagi dapat sejalan, dan selalu saja hati yang menang.
Boleh kah aku jujur? Sekarang aku ragu, ada rasa takut jika sampai rasa ini terlalu dalam, karna aku tidak ingin terluka hanya karna cinta yang tak ku dapatkan, dari mu yang bahkan tak mengerti tentang luka ku ini.
Kamu punya pesona, itu yang membuat ku jatuh cinta, dan bukan hanya aku, tapi juga banyak makhluk tuhan lainnya. Harus kah aku bersaing melawan mereka? Jika iya, maka akan aku lakukan hingga aku yang keluar menjadi pemenang. Tapi akan kah aku menang? Melawan mereka yang berdiri lebih tegak dari ku, mereka yang lebih mampu meyakinkan mu untuk kebahagian hidup mu. Aku ragu, sungguh aku ragu
Lalu harus seperti apa aku sekarang? Membiarkan ini berjalan apa adanya? Mengikuti alur yang ada walau aku tau kecil kemungkinan ku untuk melangkah lebih jauh?
Apa yang harus aku lakukan? Melaju melawan arah? Atau menyerah?
Mungkin sekarang saatnya aku berserah. Berserah bukan berarti menyerah, hanya saja aku membiarkan tuhan yang membimbing hati ku dan hati mu. Aku serahkan semua takdir ku. Jika kita memang akan bersatu, maka kita akan temukan jalan nya, jika kamu bukan untuk ku, berarti aku akan temukan jalan lain yang membawa ku pada kebahagiaan hidup ku sendiri, walaupun itu artinya tanpa mu. Tapi pasti dapat ku jalani, karna disana aku akan menemukan kamu ku yang baru, yang memang ditakdirkan untuk bahagia bersama ku. Lalu akan ku doa kan pula kebahagian mu, bersama dia mu yang kau pilih untuk menjadi alasan bahagia mu itu.
Semampu mungkin aku berusaha untuk menyembuhkan lukanya walau akhirnya aku yang terluka
Sebisa mungkin aku memutar otak mencari cara bagaimana meringankan sakitnya, mengurangi bebannya
Kali ini kamu terluka lagi. Dan aku berusaha menyembuhkan mu. Lagi.
Dan akhirnya aku yang berakhir dengan rasa sakit. Lagi.
Lagi. Lagi. Dan selalu saja lagi-lagi aku yang berakhir dengan rasa sakit itu lagi.
Apa lagi yang kamu perbuat kali ini? tak cukup kah kamu menyakiti dirimu sendir? Taksadar kah kamu bahwa saat kamu tersakiti akan ada orang yang akan ikut merasakan sakitnya?
Sekarang kamu terjebak dalam cinta bersegi. Ohh bukan hanya kamu. Aku juga. Karna semua tentang mu sudah pasti juga tentang aku.
Segi berapa lagi yang kita miliki kali ini? Tiga? Empat? berapa?
Sebentar biar aku urutkan ini.
Aku mencintai kamu. Kamu mencintai dia. Dan dia mencintai kekasihnya.
Baik sekarang kamu tau cinta segi berapa yang kita jalani.
Dan sekarang juga kamu terluka karna segi dari cinta ini terlalu lancip. Dan menusuk mu terlalu dalam
Lalu sekarang tugas ku menyembuhkan mu. Sekarang saatnya aku meracik segala obat yang aku tahu untuk mengobati luka hati mu itu. Berarti sekarang saatnya aku melukai hati ku.
Hahhh kenapa kamu hanya bisa sembuh dengan cara seperti ini? Tidak kah ada cara lain untuk ku menyembuhkan mu tanpa melukai diri ku sendiri. Atau melukai orang lain.
Harus kamu tau. Sekarang, kali ini, untuk menyembuhkan luka mu itu, aku bukan hanya harus menggores hati ku sendiri, tapi juga hati orang lain. Orang lain siapa? Dia yang kamu cintai itu kah? Bukan. Aku tidak akan pernah melukainya, karna saat aku menyakitinya, aku tau kamu juga akan ikut terluka, sama seperti ku yang terluka saat kamu tersakiti olehnya. Kali ini aku melukai kekasih dia yang kamu cinta. Iya, dia yang berdiri kokoh diakhir segi cerita ini.
Bagaimana bisa? Kekasihnya? Untuk apa?
Untuk menyembuhkan luka mu, agar kamu bisa bernafas sejenak dari rasa sesak yang mengikat tenggorokan mu itu. Agar kamu bisa sebentar saja merasakan cinta orang yang kamu cintai. meskipun cinta itu hanya sebuah kamuflase, yang setelah waktu itu habis, dia akan tetap kembali mencintai kekasihnya.
Betapa ironisnya ini semua. Aku rela bersusah payah hanya demi kebahagian mu yang akhirnya berujung tangis untuk ku. Aku rela menyakiti hati seorang kekasih yang sangat mencintai kekasihnya dengan luka yang aku tau dengan sangat jelas sakit dan perihnya. Dan itu pun menyakiti ku, membuat perih di luka ku untuk memperjuangkan bahagia mu itu, menyembuhkan sakit mu itu semakin berkali lipat karna rasa bersalah ku pada dia yang aku lukai hatinya.
Dan sekarang saatnya aku mulai lagi menjahit luka menganga di hati ku, menutupnya perlahan, memastikan luka itu tertutup rapat.
Aku tidak beharap banya. Aku tidak mengharapkan hal yang terlalu tinggi untuk imbalan ku karna harus terluka untuk mu. Aku hanya berharap bahwa sakit ku akan berbuah senyum di wajah mu. Aku hanya berharap bisa memetik senyum itu, cukup satu senyum. Aku tak butuh lebih dari itu, hanya satu. Ya, cukup satu senyum, senyum mu yang tulus, yang merekah karna rasa bahagia mu, yang kamu berikan tulus untuk ku. Bukan lagi senyum yang ku curi saat kamu sedang menutupi luka mu. Bukan lagi senyum palsu.
Aku mau kamu ingat. Bahwa dimana pun kamu. Apa pun keadaan mu. Pada siapa pun hati mu tertuju.
Dalam segi berapa pun kamu jalani cinta mu. Dan sedalam apa luka yang kamu terima karna itu.
Aku akan tetap menjadi penyembuh itu. Aku akan tetap ada di dekat mu, kamu sadari ataupun tidak.
Aku akan tetap menjadi bagian dari cerita cinta bersegi mu itu. Sebagai penjaga mu.
Dan aku ikhlas untuk itu. Karna bahagia mu, akan menjadi bahagia ku.
Aku ingat, saat pertama kali kita bertemu. Diruang kelas baru, di semester baru, tahun ajaran baru. Kelas itu penuh dengan siswa siswi lain yang akan menjadi bagian dari kelas itu juga, sama seperti kita. Saking banyaknya mereka, aku tidak sadar kamu ada, karna kamu bukan orang yang langsung banyak bicara pada orang yang baru kamu kenal, apa lagi sebanyak itu, kamu hanya bicara dengan mereka, sahabat-sahabat mu yang kebetulan ikut satu kelas dengan kita. Aku juga begitu, sama seperti mu yang juga memilih untuk bicara hanya pada mereka yang aku kenal baik saja. Dan menunggu sampai wali kelas kita yang membuka perkenalan dengan semuanya.
Waktu terus berputar, hari berganti hari, pelajaran dan tugas-tugas terus hadir setiap hari, tak mengizin kan kita untuk bersantai. Dari tugas individu, hingga kelompok, entah berapa kali kita pernah bergabung di satu kelompok dalam tugas, aku lupa, tapi tetap saja, keberadaan mu masih tak ku hiraukan, kamu masih tak terlihat.
Hingga pada akhirnya satu cerita mempertemukan kita. Satu kesamaan, satu hobi. Membaca dan berdiskusi. Aku ingat. Aku sedang asik membaca buku, emm.. novel tepatnya. Lalu kamu datang. Bertanya, dan aku menjawab. Itu terus berlanjut sampai tanya jawab itu berubah menjadi forum yang di dengar banyak orang, walaupun kita hanya asik bicara berdua, asik membicarakan berbagai topik, yang jelas sudah keluar jauh dari buku yang aku baca. Aku merasa nyaman. Iya. Nyaman. Aku merasa sudah mengenal mu lama, karakter mu, seakan aku sudah sangat mengenalnya. Apa dia teman masa kecil ku? Bukan. Sudah pasti bukan, tapi, hanya saja, aku merasa kamu mirip seseorang. Seseorang yang selalu mengajak ku berdiskusi dan membuka mataku tentang dunia, laki-laki yang lembut dan sering bercanda, tapi bisa sangat tegas dan keras kepala. Aku merasa ada kemiripan diantara kalian. Aku merasa kamu mirip dengan nya. Dengan Ayah ku. Matahari dalam hidup ku. Dan kamu mungkin, adalah matahari kedua ku.
Dari sana. Setiap berdiskusi dengan mu, aku seperti merasa kembali kerumah, aku merasa seperti pulang dan bertemu ayah ku, yang selalu rutin berdiskusi dengan ku sebelum aku terlelap di kamar ku. Kamu adalah teman laki-laki pertama yang membuat ku merasa nyaman membicarakan dunia, berbagi pengetahuan yang dulunya hanya ku ketahui sendiri. Bahkan seseorang yang dulu sempat hadir dalam hidupku begitu lama, dan pergi dengan meninggalkan luka yang begitu dalam, tidak sanggup membuat ku senyaman ini. Entah apa yang dulu aku suka dari orang itu.
Kamu jayus, garing, bercandaan mu sering kali tidak lucu, tapi anehnya, aku tetap tersenyum bukan mencibir seperti biasanya. Haha aku masih belum tahu jelas ini apa? Karna aku masih belum sepenuhnya melupakan masa lalu. Tapi, ada rasa yang lebih aneh yang tidak seharusnya ada. Aku iri. Iri saat kamu dekat dengan sahabat ku, memberikan hadiah kecil padanya, akrab di dunia nyata bahkan di dunia maya, lebih dari ke akraban mu dengan ku. Ada rasa tidak suka disana, yang akhirnya aku abaikan karna aku masih juga belum lepas dari masa lalu.
Memasuki tahun berikutnya, ternyata tuhan masih mengizinkan kita ada dalam kelas yang sama. Disana, dikelas yang baru, ternyata kamu temukan cinta mu yang sebenarnya. Dikelas itu, kamu mengenal dia. Dia yang dapat membuat mu menunjukan sisi lain diri mu yang tak pernah kulihat sebelumnya, atau, tak kusadari sebelumnya. Dengan lepasnya kamu bercanda, tertawa, berkejaran. Yang sebelumnya hanya kamu lakukan dengan sahabat-sahabat mu. Aku senang. Sungguh aku senang melihat mu bisa begitu lepasnya bersama dia, tapi disisi lain, tanpa ku sadari ada luka yang tergores disisi terdalam hati ku, goresan yang semakin lama semakin banyak, dan semakin dalam saat aku tahu, kamu menyatakan perasaan mu padanya, terlebih saat telinga ku sendiri yang mendengar kamu mengucapkannya. Bukannya aku tidak tahu kamu mencintainya hingga aku membiarkan perasaan ku ini tumbuh begitu saja. Aku tahu, karna aku selalu memperhatikan mu, tanpa kamu ucapkan pun aku bisa melihat dengam jelas perasaan itu saat kamu menatap nya. Tatapan yang berbeda dibanding saat kamu menatap ku.
Ironis. Sangat. Karna saat aku sudah sepenuhnya melupakan masa lalu, aku malah terjebak di perasan seperti ini terhadap mu. Bodoh. Sekali lagi aku mengulangi masa lalu yang dulu, persis sama. Hanya orang bodoh yang membiarkan dirinya terluka. Terluka dengan cara yang sama, dengan luka yang sama, di tempat yang sama. Di luka yang baru saja mulai terobati. Itu aku.
Lebih bodohnya lagi, aku malah terjebak di antara kalian, antara kamu dan dia. Karna dia sahabat ku, bahkan dia seperti adik ku, adik manja yang perlahan sangat aku sayangi. Hah!! Kenapa aku mudah sekali mencintai orang. Sunguh tidak nyaman rasanya saat aku harus duduk bersama dengan kalian, kalian yang seharusnya berdua, tanpa aku diantaranya. Tapi mungkin dia juga menyayangi ku, aku yang seperti kakaknya, hingga dia selalu datang pada ku, bercerita tentang mu, perasaannya terhadap mu, dan mengajak ku duduk bersama kalian, walau pun aku tahu, meski kita bertiga, arah pembicaaran mu selalu kepadanya, aku hanya pendengar dan penengah saat apa yang kalian bicarakan tidak dapat dia mengerti. Aku sadar itu, tapi aku berusaha berpura-pura tidak tahu, aku berusaha tetap begitu, bukan karna aku ingin, tapi aku hanya tidak mau kamu dan dia menyadari perasaan ku. Meskipun pada akhirnya itu melukai ku juga
Dia tidak membalas perasaan mu. Dia mencintai orang lain. Dia sudah jadi milik orang lain. Andaikan kamu tau, betapa ingin aku meneriakannya di hadapan mu agar kamu sadar. Tapi apa pun yang aku lakukan, kamu akan tetap begitu, seperti aku yang juga tetap bigini terhadap mu.
Waktu terus berputar, seakan tak kenal lelah ia terus berjalan tanpa perduli betapa aku menginginkannya berhenti sejenak. Aku lelah berkejaran dengan waktu dan perasaan ku. Dan waktu itu merubah mu, menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi manusia yang lebih arif dan mengenal tuhannya lebih dalam. Aku menyukai perubahan itu, aku senang kamu menjadi lebih baik, aku begitu ingin mejadi bagian dari perubahan itu, aku ingin membantu mu lebih dekat lagi dengan tuhan mu. Aku memang tak sedekat itu dengan-Nya, tapi aku ingin berbagi apa yang ku ketahui tentang-Nya bersama mu, seperti dulu, saat waktu diskusi itu hanya milik kita berdua, tanpa ada dia diantaranya, atau tanpa ada aku yang berperan sebagai penengah.
Tapi sekali lagi, waktu tidak berkenan untuk berhenti atau pun menunggu. Dia berlalu begitu cepat, hingga kini kita harus berpisah, bukan hanya jarak antara hati, tapi juga jarak nyata yang memisahkan ruang dan waktu. Sekarang kamu benar-bener dengan hidup mu. Dan aku dengan hidup ku. Aku tahu kalau kamu tahu jika aku menyukai mu. Yaa di akhir perjalanan panjang ini akhirnya aku berani mengucap rasa, tapi ternyata tanpa aku ucapkan pun kamu sudah menyadarinya sejak lama. Tapi meski sudah ku ungkapkan, masih ada rasa tertinggal yang mengganjal hati ku, ada yang belum tuntas, ada yang belum selesai. Entah apa, tapi yang jelas, aku tidak lagi mampu untuk mengucapkannya pada mu. Tapi aku bersyukur, karna paling tidak, aku sudah menebus perasaan itu, dengan membantu mu dengan cara ku. Dan sekarang. Terimakasih karna terlah berpura-pura tidak tahu, terimakasih telah membiarkan semuanya berjalan normal. Mungkin kamu melakukan itu untuk menjaga pertemanan kita, terimakasih telah berteman dengan ku, berbagi ilmu dan pengetahuan tentang dunia. Terimakasih kamu telah mengajarkan ku banyak hal.
Sekarang, aku akan membiarkan mu pergi. Kejar mimpi dan harapan mu yang dulu dengan semangatnya kamu ceritakan pada ku. Tapi tolong tepati janji mu, jika kamu benar-benar berhasil, kamu akan kembali, dan mengajak ku juga yang lain, untuk membangun negara ini. Atau kembali untuk sekedar mengundang ku kepernikahan mu, ditempat yang kau mimpikan itu.
Aku tidak sempat mengucapkan salam perpisahan. Aku bahkan tidak mampu, paling tidak untuk sekarang. Tapi lewat tulisan ini, aku ingin mengucapkan
Semoga kamu berhasil, semoga kita berhasil, semoga kita bertemu di keadaan yang lebih baik. Sampai jumpa dimasa depan ^^.
Jatuh. Apa yang terlintas dipikiran kalian saat denger satu kata itu? Luka? Berdarah? Lecet? Yaa apa pun itu, pasti sakit. Iya kan? Jatuh itu sakit kan? Mau jatuh di aspal, jatuh di tanah, jatuh dari tempat tidur, jatuh dari motor, jatuh dimana aja pasti sakit.
Gak beda sama Jatuh Cinta. Sakit. Kok jatuh cinta sakit? Bukannya jatuh cinta itu menyenangkan ya?. Iya sih, jatuh cinta itu menyenangkan, tapi awalnya aja, atau malah sepanjang kamu mencintai itu sakit. Kok gitu? Iya lah, kalo kamu mencintai orang yang salah, orang yang gk sesuai sama kepribadain kamu, orang yang segala sesuatunya serba bertabrakan, walaupun awalnya seneng, pasti ujung-ujungnya kamu nangis juga. Lebih parah lagi kalo yang dari awal sampe akhir jatuh cintanya itu sakit, biasanya sih ini buat yang mencintai tanpa dicintai balik, mencintai diam-diam, mencintai cuma lewat harap dan mimpi aja. Itu tuh yang pasti sakit banget.
Gimana gak sakit coba? Kalo disaat yang bersamaan, waktu ngizinin kamu untuk deket sama dia, tapi dia juga deket banget sama orang lain. Deket banget loh bukan deket aja. Terus ya secara fisik kamu deket sama dia, tapi hati? Emmm jauh banget jaraknya, akhirnya kamu cuma bisa nikmatin pemandangan yang bikin mata sepet aja, hampir setiap saat kamu liat dia sama si someone nya dia itu barengan. Akhirnya apa? sakit sendiri, kesel sendiri, gondok sendiri, nangis sendiri diem-diem dikamar mandi.
Kamu takut, kalo sampe ada yang tau kalo kamu suka sama dia. Dia yang setiap hari berantem sama kamu, debat sama kamu, kamu marahin, kamu bentak-bentak. Dia yang ngeledek kamu habis-habisan, nguras emosi kamu, dia yang kadang baik, kadang ngeselin banget. Kadang lucu, tapi jayus tapi nyenengin. Dia yang omongannya suka sembarangan gak mikirin hati yang denger, tapi tingkahnya selalu ngundang senyum dan tawa kamu dateng gitu aja tanpa kamu sadar dan bisa dikendalin. Dia yang setiap saat kamu liat wajahnya selalu bikin kamu pingin senyum, selalu bikin kamu seneng. Yang kalo gak keliatan ditempat biasanya, leher dan mata kamu berkoordinasi spontan, menjulur julur kemana-mana kayak jerapah nyariin dia.
Mereka. Temen-temen kamu selama ini mengira kalo kamu sama dia ya kayak temen biasa aja. Tapi gak gitu kenyataannya sama kamu. Dia bukan temen biasa buat kamu, dia punya tempat tersendiri dihati kamu, dia mengisi tempat yang kosong karna ditinggal sang empunya tempat yang dulu.
"Sok tau amat sih!! kayak pernah ngerasain aja!!"
Ya karna aku pernah ngerasain mangkanya aku bisa ngomong kayak gini. Bukan cuma sekali tapi lebih dari itu.
yaa mungkin gini kenyataan yang harus diterima mereka. emm oh bukan, harus kita terima. kita yang jatuh cinta diam-diam. kita yang gak punya keberanian walaupun cuma buat bilang 1 kalimat singkat "Aku suka kamu." cuma 3 kata loh, tapi tetep aja gak berani.
"Iya sih cuma 3 kata, tapi tetep aja kalo udah liat dia, 3 kata itu rasanya udah kayak mau pidato di depan obama. ilang semua kalimatnya. Berat!! "
Tapi ada kok yang berani, dan pada akhirnya mereka bisa nikmatin apa yang mereka cari, meraka inginkan.
"Gak semuanya. kebanyakan malah ditolak mentah-mentah. Nangis-nangis juga. sakit-sakit juga. nyesek-nyesek juga"
Hemm ya ada juga sih yang kayak gitu. Tapi apa salahnya nyoba? paling enggak kamu udah bilang sama dia, dia udah tau, kamu udah bisa bernafas lega, karna ya kalo kamu bilang, kamu udah ngilangin sebagian beban hati kamu.
Jangan sampe nyesel. sekarang kamu cuma nikmatin kebersamaan sesaat, nganggap kebetulan-kebetulan kecil jadi hal special yang nandain kamu jodoh sama dia, jadi tinggal nunggu waktu karna kalo jodoh gak akan kemana-mana. Inget ya ada kata "kalo" dikalimat itu, dan kata kalo itu menandakan belum pasti jodoh. atau kamu cuma merhatiin gerak geriknya dia yang kamu artiin kalo dia juga punya rasa sama kamu walaupun sedikit. Inget segala perkiraan belum tentu sebuah kenyataan. Ilmuan yang ngitung pake ilmu pasti berdasarkan aljabar, kalkulus, sama logaritma aja masih bisa salah. Apa lagi ini kamu yang cuma pake ilmu hati yang didasari perkiraan. Bukan mustahil itu bener, tapi kemungkinan besar juga salah.
Coba aja kamu cerita sama sahabat kamu, yang paling kamu percaya buat pegang rahasia, dan kamu anggap ngertiin kamu banget. Pasti dia juga nyarain buat bilang tentang perasaan kamu itu kedia, karna cinta itu ada, berarti harus diungkapkan atau cuma akan jadi sia-sia. walaupun gk ada yang sia-sia bagi mereka yang berfikir, karna pasti ada pelajaran yang bisa diambil dari sebuah kejadian. Tapi masa iya setiap kamu jatuh cinta terus diem dan nunggu dia yang kamu cinta tau sendiri, terus tiba-tiba bilang "Aku juga suka sama kamu". Mimpi.
Kalo kamu bilang, akan ada beberapa hal yang akan kamu dapet:
1. Kamu akan tau dia beneran suka juga, atau itu cuma perkiraan kamu yang salah
2. Kamu lega karna gak nyimpen-nyimpen sakit sendiri lagi
3. Saat dia bilang "Tidak", "Sorry gue gak bisa" dan semacemnya yang lain, kamu jadi bisa lebih mudah ngelupain semua harapan kosong kamu itu. Karna kan kamu udah tau dia udah gak mau,gak bisa. Buat apa diharapin?
4. Bahagia, kalo dia nyambut hati kamu juga, kalo yang ini, jangan lupa bersyukur ya, thanksfull to the god it must you do.
Nah ini semua sebab kenapa aku bilang kalo jatuh cinta itu juga sakit. Sama kayak jatuh yang lain. Kalo gk sakit kan bukan jatuh namanya. Dannnnn... Karna jatuh cinta yang indah itu cuma untuk mereka yang berani.
Berani bilang. Berani ngejar. Dan berani membuktikan kalo mereka punya cinta yang pantas.
Jadi kalo kamu gak mau ngerasain sakitnya jatuh cinta, mending jadi orang yang berani, atau jangan berani-berani mencintai. Karna akhirnya pasti kamu sakit sendiri.
Menatapi rintik hujan yang turun sambil mengenang mimpi ku semalam. Mimpi indah yang... Huhhh entah harus dengan kata apa aku mendeskripsikannya. Apa yang ku temukan dalam mimpi ya hanya akan ada dalam mimpi. Begitu mustahil rasanya jika aku berharap itu menjadi nyata. Hahaha apa yang ada dalam pikiran ku ini? Berharap itu jadi nyata, sudah jelas itu mustahil. Mimpi ku semalam, aku bermimpi dia pergi bersama ku, bercanda dengan ku, memeluk ku, menghapus air mata ku, mengacak rambut ku, membujuk ku saat aku merajuk, menjaga ku dengan sangat protektif, seolah aku adalah hal paling berharga dalam hidup mu. Kamu hangat, begitu hangat, dalam mimpi ku.
Kini, dalam nyata ku. Bahkan tak sepatah kata pun kau ucapkan. Entah kenapa ada sesak dalam paru ku saat kau memperlakukan ku seperti itu. Ada rindu yang memenuhi dada ku saat mengingat kehangatan mu dalam tidur ku, dan kebekuan mu dalam nyata ku.
Tuhan salah kah aku jika aku hanya ingin dia seperti dulu? Aku sakit. Hati ku lelah mengulang kisah pilu yang sama berkali-kali. Aku hanya ingin dia lebih dekat, dia lebih hangat. Tapi yang kudapat sebaliknya. Aku hanya mendapatkannya yang semakin hari semakin membatu. Aku hanya menemukannya dalam jarak yang lebih jauh
Melihat mu dari sudut terjauh yang dapat kau jangkau. Disana kamu tertawa dan bercanda bersamanya. Tampak bahagia, sangat bahagia. Seperti ada sebuah kenyamanan yang amat sangat menyelimuti mu dengan hangat.
Aku iri. Kamu bisa menjadi sangat ramah dan bersahabat dengan mereka, terutama dia. Tapi menjadi sangat kaku, dingin, dan membatu saat bersama ku. Entah apa salah ku, apa aku pernah menyinggung mu dengan kata dan perlakuan ku? Atau memang ada hal salah dalam diriku yang tidak aku sadari tatapi tidak dapat kau toleransi? Entah lah aku tidak tau jelas ada apa sebenarnya. Yang jelas dan yang aku tau, kamu memperlakukan ku jauh berbeda dengan perlakuanmu pada yang lain.
Kamu angkuh. Sombong. Menyebalkan. Perkataan mu terkadang menyakitkan. Bicara dengan mu seperti mengajak orang bisu mengobrol, ditanggapi tak sesuai harapan. Tapi senyum mu. Tawa mu. Canda mu. Bahkan hal-hal buruk yang ada dalam dirimu, selalu mampu mengundang senyum dan tawa ku, meski aku sedang tak ingin tersenyum dan tertawa. Secara tidak langsung, segala hal yang kamu lakukan memaksa ku merubah sikap dan perasaan ku. Aku bukan orang yang mudah merubah suasana hati ku, tapi kamu mampu membuat ku melakukannya dihadapan mu.
Se-istimewa itu kah kamu untuk ku. Lagi lagi hanya entah yang dapat ku katakan untuk jawabannya.
Namun bila itu semuaDapat terwujud dalam satu ikatan cintaTak semudah seperti yang terbayangMenyatukan perasaan kita ...
Tetaplah menjadi bintang di langitAgar cinta kita akan abadiBiarlah sinarmu tetap menyinari alam iniAgar menjadi saksi cinta kitaberdua ... berdua ...
Sudah .. terlambat sudahKini semua harus berakhirMungkin inilah jalan yang terbaikDan kita mesti relakan kenyataan .. iniMenjadi saksi kita berdua ...
Yaaa... seharusnya aku tahu diri, harusnya aku sadar siapa aku? dan siapa kamu?. Harusnya aku sadar jika aku hanya teman untuk mu, HANYA TEMAN!!! Kamu bilang aku baik, kamu bilang aku....